Seperti dikemukakan pada bagian pendahuluan buku ini, bahwa bagian kedua (Bab II) buku ini menguraikan dua hal, yakni perkembangan historis pandangan dunia Cartesian-Newtonian, serta perubahan dramatis konsep dasar tersebut dalam fisika modern.
Pembahasan kedua bagian pokok tersebut
diuraikan secara terpisah menjadi dua bagian judul, yaitu: Bagian 2: Mesin
Dunia a la Newton; dan Bagian 3: Ilmu Fisika Baru. Seperti judulnya, bab ini membicarakan dua paradigma dalam ilmu
(fisika) pada umumnya dalam alur perkembangan sejarah filsafat ilmu dan
metodologinya.
Paradigma
pertama (bagian 2) adalah paradigma Cartesian-Newtonian, yang memandang dunia
sebagai sebuah mesin yang mekanistis dan matematis, serta pemisahan antara akal
dengan materi. Akibatnya aspek ilahiyah terpisah dari dunia ilmiah (hal.71).
Paradigma kedua
(bagian3) adalah paradigma ilmu (fisika) yang baru, yang memandang alam sebagai
suatu kesatuan harmoni, alam semesta tidak lagi dipandang sebagai sebuah mesin
yang mekanistis yang terdiri atas sekumpulan objek, melainkan digambarkan
sebagai suatu keseluruhan dinamis yang tak dapat dipecah-pecah yang
bagian-bagian esensialnya saling berhubungan dan hanya bisa dipahami sebagai
pola-pola suatu proses kosmik (hal. 88). Pandangan ini didasarkan pada temuan
kenyataan Einstein tentang relativitas dan mekanika Quantum. Paradigma
ini juga dikenal dengan istilah pendekatan sistem atau pendekatan “bootstrap”.
Bagian
2: Mesin Dunia a la Newton
Pada abad
pertengahan (sampai abad ke 15), pandangan dunia dan sistem nilai yang dominan
di belahan Eropa dan sebagian besar peradaban lain bersifat organik,
baik kehidupan sosial maupun alam. Hal itu ditandai oleh saling ketergantungan
antara fenomena spiritual dengan fenomena material, dan prinsip bahwa kebutuhan
masyarakat umum lebih utama daripada kepentingan pribadi (hal.51). Pandangan
tersebut bertumpu pada pandangan Aristotle dan gereja, yang kemudian lebih
dipadukan oleh pandangan Aquinas sehingga sistem alam Aristotle yang
komprehensif terpadu dengan etika menurut gereja. Ilmu abad pertengahan
didasarkan atas penalaran dan keimanan, dan tujuan utamanya adalah memahami
makna dan signifikansi segala sesuatu, dan bukan untuk tujuan peramalan dan
pengendalian ( hal. 52).
Pandangan abad
pertengahan tersebut berubah secara mendasar pada abad ke enam belas dan tujuh
belas dengan lahirnya pandangan baru bahwa dunia itu laksana sebuah mesin
yang mekanis. Perubahan tersebut akibat adanya perubahan revolusioner dalam
ilmu fisika dan astronomi yang mencapai puncaknya pada prestasi yang dicapai
oleh Copernicus, Galileo, dan Newton, serta pengaruh penting dari pemikiran
matematis dan metode penalaran analitik dari Descartes.
Revolusi ilmiah dimulai oleh pemikiran Nicolas Copernicus
yang mematahkan pandangan Ptolemy dan Gereja tentang geosentrik yang sudah
menjadi dogma. Pemikiran tersebut diikuti Johannes Kepler yang merumuskan hukum
empirik tentang gerak planet, yang lebih dikukuhkan oleh Galileo.
Galileo adalah orang pertama yang memadukan percobaan
ilmiah dengan bahasa matematika untuk merumuskan hukum-hukum alam, yang oleh
karena itu dianggap sebagai bapak ilmu modern. Galileo lah yang menetapkan
postulat kuantitatif, bahwa ilmuwan harus membatasi diri untuk mempelajari
sifat esensial benda material yang dapat diukur dan dikuantifikasikan.
Sifat-sifat lainnya seperti warna, suara, rasa, bau hanyalah proyeksi mental
subjektif yang tidak boleh dimasukkan kedalam ranah ilmu (hal.54).
Francis Bacon merupakan orang pertama yang menggunakan
metoda ilmu empiris dengan prosedur induktif, menarik kesimpulan dari
percobaan-percobaan ilmiah. “Semangat Bacon”, tulis Capra, menimbulkan
perubahan dalam cara pandang hakikat tujuan penelitian ilmiah, dari tujuan
mencari kearifan dengan memahami tatanan alam dan kehidupan harmonis dengan
alam, serta demi keagungan tuhan; sejak Bacon bergeser menjadi pengetahuan yang
dapat digunakan untuk menguasai dan mengendalikan alam, serta dipandang Capra
sebagai anti ekologis.
Perubahan lebih jauh
disempurnakan oleh dua tokoh abad ketujuh belas yaitu Descartes dan Newton. Rene Descartes dipandang sebagai pendiri filsafat
modern. Pandangan filsafatnya dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi.
Menurutnya ilmu merupakan hal yang pasti dan jelas, kepastian pada dasarnya
bersifat matematis. Descartes membangun cabang matematika baru yaitu geometri
analitik. Itulah sebabnya metode Descartes bersifat analitik, yang terdiri atas
pemecahan pikiran dan masalah menjadi potongan-potongan kecil dan penyusunan
kembali potongan-potongan itu dalam tatanan logisnya, metode analitik ini yang menjadi sumbangan
terbesar Descartes pada dunia ilmu, dan menjadi karakteristik penting pikiran
ilmiah modern. Selain itu pemikiran Descartes tentang Cogito ergo sum
telah membuat pemisahan antara akal dengan materi. Inilah paradigma utama
Descartes tentang sains modern: alam semesta materi adalah sebuah mesin dan
tidak lebih. Tidak ada tujuan, kehidupan, spiritualitas di dalam materi. Alam
bekerja sesuai dengan hukum-hukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi
dapat diterangkan dalam pengertian tatanan dan gerakan dari bagian-bagiannya.
Pemikiran
Copernicus, Kepler, Bacon, Galileo dan Descartes disintesiskan oleh Isaac
Newton pada tengah abad ketujuh belas, yaitu memadukan dua kecenderungan yang
berlawanan antara metode empiris induktif dari (yang diwakili) Bacon, dengan
metode rasional deduktif yang diwakili Descartes. Pemikiran mekanika Newton
berpengaruh sampai abad kedelapan belas, sembilan belas yang kemudian
dikembangkan oleh Dalton dan Locke (hal. 68-74).
Pada abad
kesembilan belas muncul pemikiran baru yang mengguncang pemikiran mekanistik
Newton, dimulai dari Michael Faraday dan dilengkapi oleh Clerck Maxwell tentang
elektromagnetisme. Pemikiran baru tersebut melibatkan konsep evolusi,
perubahan, pertumbuhan dan perkembangan. Akhir abad kesembilan belas, mekanika
Newton (menurut Capra, hal 82) telah kehilangan perannya.
Pada awal abad
kedua puluh, dua perkembangan dalam fisika yaitu relativitas dan teori quantum
telah mengubah pandangan mekanik dari Descartes dan Newton secara radikal.
Selain
memaparkan sejarah perkembangan filsafat ilmu
dan teori, Capra menulis kritik terhadap paradigma mekanistis matematik
dari Descartes dan Newton di sela uraiannya, misalnya kecamannya pada tujuan
sain yang dibangun Bacon yang dituduhkan sebagai sangat kejam, dia
menulis tentang Bacon: “Dalam pandangannya alam harus diburu dalam
pengembaraannya, diikat dalam pelayanan, dan dijadikan budak, alam
harus dimasukkan dalam kerangkeng, ...” dst.
Menurut Capra
Metode pemikiran Descartes telah mempengaruhi seluruh cabang ilmu modern.
Metode itu akan bermanfaat jika keterbatasan-keterbatasannya diketahui.
Penerimaan pandangan Cartesian sebagai kebenaran mutlak dan metode Cartesian
sebagai satu-satunya cara yang shahih bagi pengetahuan telah memainkan peranan
penting dalam menghasilkan ketidak seimbangan budaya saat ini (hal. 58).
Bagian
3: Fisika Baru
Permulaan abad kedua puluh muncul pemikiran fisika modern
dari Albert Einstein, yaitu teori relativitas khusus dan teori quantum
mengenai radiasi elektromagnetik yang kemudian disempurnakan oleh tim
fisikawan dua puluh tahun kemudian. Fisika baru itu mengharuskan adanya perubahan konsep tentang ruang, waktu,
materi, objek, dan sebab akibat. Pandangan baru ini ditandai dengan kata-kata semacam
organik, holistik, dan ekologis.Walaupun paradigma baru ini belum
menjadi milik semua fisikawan, namun sedang menjadi bahan pembicaraan.
Pandangan ini juga disebut sebagai pandangan sistem. Alam semesta
menurut pandangan ini tidak merupakan sebuah mesin yang terdiri atas sekumpulan
objek, melainkan digambarkan sebagai sebuah keseluruhan dinamis yang tak dapat
dipecah-pecah yang bagian-bagian esensialnya saling berhubungan dan hanya dapat
dipahami sebagai pola-pola suatu proses kosmik (hal.88).
Dalam pandangan
fisika baru, seperti menurut Niels Bohr, Partikel materi yang terpisah
merupakan abstraksi, sifat-sifatnya bisa didefinisikan dan diamati hanya
melalui interaksinya dengan sistem-sistem lain. (hal.92). Dalam teori quantum
tidak ada akhir pembicaraan pada benda-benda, tetapi pada saling hubungan antar
benda. Menurut quantum, kita tidak bisa mengurai dunia menjadi unit-unit
terkecil yang berada secara bebas. Alam tidak menunjukkan adanya balok-balok
bangunan dasar yang terpisah-pisah, melainkan tampak sebagai suatu
jaring-jaring hubungan yang rumit antar berbagai bagian dari suatu keseluruhan
yang utuh. Itulah sebabnya teori ini sering disebut teori sistem atau
pendekatan “bootstrap”.
Pengembangan
selanjutnya tentang fisika baru dikemukakan oleh Chew mengenai teori tatanan
dalam teori S-matriks, dan teori “keseluruhan yang utuh” dari David Bohm.
Menurut Capra
(hal. 109), kedua teori dasar fisika modern telah melampaui aspek-aspek penting
pandangan dunia a la Descartes dan Fisika Newton. Menurutnya Teori quantum
telah menunjukkan pada kita bahwa partikel-partikel subatom bukanlah
butir-butir materi yang terpisah, melainkan pola-pola probabilitas,
kesalinghubungan dalam suatu jaring-jaring kosmik yang tak bisa dipisahkan,
yang mencakup manusia pengamat beserta kesadarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar