Rabu, 19 Desember 2012

DUA PARADIGMA


Seperti dikemukakan pada bagian pendahuluan buku ini, bahwa bagian kedua (Bab II) buku ini menguraikan dua hal, yakni perkembangan historis pandangan dunia Cartesian-Newtonian, serta perubahan dramatis konsep dasar tersebut dalam fisika modern.
Pembahasan kedua bagian pokok tersebut diuraikan secara terpisah menjadi dua bagian judul, yaitu: Bagian 2: Mesin Dunia a la Newton; dan Bagian 3: Ilmu Fisika Baru.  Seperti judulnya,  bab ini membicarakan dua paradigma dalam ilmu (fisika) pada umumnya dalam alur perkembangan sejarah filsafat ilmu dan metodologinya.
Paradigma pertama (bagian 2) adalah paradigma Cartesian-Newtonian, yang memandang dunia sebagai sebuah mesin yang mekanistis dan matematis, serta pemisahan antara akal dengan materi. Akibatnya aspek ilahiyah terpisah dari dunia ilmiah (hal.71).
Paradigma kedua (bagian3) adalah paradigma ilmu (fisika) yang baru, yang memandang alam sebagai suatu kesatuan harmoni, alam semesta tidak lagi dipandang sebagai sebuah mesin yang mekanistis yang terdiri atas sekumpulan objek, melainkan digambarkan sebagai suatu keseluruhan dinamis yang tak dapat dipecah-pecah yang bagian-bagian esensialnya saling berhubungan dan hanya bisa dipahami sebagai pola-pola suatu proses kosmik (hal. 88). Pandangan ini didasarkan pada temuan kenyataan Einstein tentang relativitas dan mekanika Quantum. Paradigma ini juga dikenal dengan istilah pendekatan sistem atau pendekatan “bootstrap”.
Bagian 2: Mesin Dunia a la Newton
Pada abad pertengahan (sampai abad ke 15), pandangan dunia dan sistem nilai yang dominan di belahan Eropa dan sebagian besar peradaban lain bersifat organik, baik kehidupan sosial maupun alam. Hal itu ditandai oleh saling ketergantungan antara fenomena spiritual dengan fenomena material, dan prinsip bahwa kebutuhan masyarakat umum lebih utama daripada kepentingan pribadi (hal.51). Pandangan tersebut bertumpu pada pandangan Aristotle dan gereja, yang kemudian lebih dipadukan oleh pandangan Aquinas sehingga sistem alam Aristotle yang komprehensif terpadu dengan etika menurut gereja. Ilmu abad pertengahan didasarkan atas penalaran dan keimanan, dan tujuan utamanya adalah memahami makna dan signifikansi segala sesuatu, dan bukan untuk tujuan peramalan dan pengendalian ( hal. 52).
Pandangan abad pertengahan tersebut berubah secara mendasar pada abad ke enam belas dan tujuh belas dengan lahirnya pandangan baru bahwa dunia itu laksana sebuah mesin yang mekanis. Perubahan tersebut akibat adanya perubahan revolusioner dalam ilmu fisika dan astronomi yang mencapai puncaknya pada prestasi yang dicapai oleh Copernicus, Galileo, dan Newton, serta pengaruh penting dari pemikiran matematis dan metode penalaran analitik dari Descartes.
Revolusi ilmiah dimulai oleh pemikiran Nicolas Copernicus yang mematahkan pandangan Ptolemy dan Gereja tentang geosentrik yang sudah menjadi dogma. Pemikiran tersebut diikuti Johannes Kepler yang merumuskan hukum empirik tentang gerak planet, yang lebih dikukuhkan oleh Galileo.
Galileo adalah orang pertama yang memadukan percobaan ilmiah dengan bahasa matematika untuk merumuskan hukum-hukum alam, yang oleh karena itu dianggap sebagai bapak ilmu modern. Galileo lah yang menetapkan postulat kuantitatif, bahwa ilmuwan harus membatasi diri untuk mempelajari sifat esensial benda material yang dapat diukur dan dikuantifikasikan. Sifat-sifat lainnya seperti warna, suara, rasa, bau hanyalah proyeksi mental subjektif yang tidak boleh dimasukkan kedalam ranah ilmu (hal.54).
Francis Bacon merupakan orang pertama yang menggunakan metoda ilmu empiris dengan prosedur induktif, menarik kesimpulan dari percobaan-percobaan ilmiah. “Semangat Bacon”, tulis Capra, menimbulkan perubahan dalam cara pandang hakikat tujuan penelitian ilmiah, dari tujuan mencari kearifan dengan memahami tatanan alam dan kehidupan harmonis dengan alam, serta demi keagungan tuhan; sejak Bacon bergeser menjadi pengetahuan yang dapat digunakan untuk menguasai dan mengendalikan alam, serta dipandang Capra sebagai anti ekologis.
Perubahan lebih jauh  disempurnakan oleh dua tokoh abad ketujuh belas yaitu Descartes dan Newton. Rene Descartes dipandang sebagai pendiri filsafat modern. Pandangan filsafatnya dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Menurutnya ilmu merupakan hal yang pasti dan jelas, kepastian pada dasarnya bersifat matematis. Descartes membangun cabang matematika baru yaitu geometri analitik. Itulah sebabnya metode Descartes bersifat analitik, yang terdiri atas pemecahan pikiran dan masalah menjadi potongan-potongan kecil dan penyusunan kembali potongan-potongan itu dalam tatanan logisnya,  metode analitik ini yang menjadi sumbangan terbesar Descartes pada dunia ilmu, dan menjadi karakteristik penting pikiran ilmiah modern. Selain itu pemikiran Descartes tentang Cogito ergo sum telah membuat pemisahan antara akal dengan materi. Inilah paradigma utama Descartes tentang sains modern: alam semesta materi adalah sebuah mesin dan tidak lebih. Tidak ada tujuan, kehidupan, spiritualitas di dalam materi. Alam bekerja sesuai dengan hukum-hukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi dapat diterangkan dalam pengertian tatanan dan gerakan dari bagian-bagiannya.
Pemikiran Copernicus, Kepler, Bacon, Galileo dan Descartes disintesiskan oleh Isaac Newton pada tengah abad ketujuh belas, yaitu memadukan dua kecenderungan yang berlawanan antara metode empiris induktif dari (yang diwakili) Bacon, dengan metode rasional deduktif yang diwakili Descartes. Pemikiran mekanika Newton berpengaruh sampai abad kedelapan belas, sembilan belas yang kemudian dikembangkan oleh Dalton dan Locke (hal. 68-74).
Pada abad kesembilan belas muncul pemikiran baru yang mengguncang pemikiran mekanistik Newton, dimulai dari Michael Faraday dan dilengkapi oleh Clerck Maxwell tentang elektromagnetisme. Pemikiran baru tersebut melibatkan konsep evolusi, perubahan, pertumbuhan dan perkembangan. Akhir abad kesembilan belas, mekanika Newton (menurut Capra, hal 82) telah kehilangan perannya.
Pada awal abad kedua puluh, dua perkembangan dalam fisika yaitu relativitas dan teori quantum telah mengubah pandangan mekanik dari Descartes dan Newton secara radikal.
Selain memaparkan sejarah perkembangan filsafat ilmu  dan teori, Capra menulis kritik terhadap paradigma mekanistis matematik dari Descartes dan Newton di sela uraiannya, misalnya kecamannya pada tujuan sain yang dibangun Bacon yang dituduhkan sebagai sangat kejam, dia menulis tentang Bacon: “Dalam pandangannya alam harus diburu dalam pengembaraannya, diikat dalam pelayanan, dan dijadikan budak, alam harus dimasukkan dalam kerangkeng, ...” dst.
Menurut Capra Metode pemikiran Descartes telah mempengaruhi seluruh cabang ilmu modern. Metode itu akan bermanfaat jika keterbatasan-keterbatasannya diketahui. Penerimaan pandangan Cartesian sebagai kebenaran mutlak dan metode Cartesian sebagai satu-satunya cara yang shahih bagi pengetahuan telah memainkan peranan penting dalam menghasilkan ketidak seimbangan budaya saat ini (hal. 58).
Bagian 3: Fisika Baru
Permulaan abad kedua puluh muncul pemikiran fisika modern dari Albert Einstein, yaitu teori relativitas khusus dan teori quantum mengenai radiasi elektromagnetik yang kemudian disempurnakan oleh tim fisikawan dua puluh tahun kemudian. Fisika baru itu mengharuskan adanya perubahan konsep tentang ruang, waktu, materi, objek, dan sebab akibat. Pandangan baru ini ditandai dengan kata-kata semacam organik, holistik, dan ekologis.Walaupun paradigma baru ini belum menjadi milik semua fisikawan, namun sedang menjadi bahan pembicaraan. Pandangan ini juga disebut sebagai pandangan sistem. Alam semesta menurut pandangan ini tidak merupakan sebuah mesin yang terdiri atas sekumpulan objek, melainkan digambarkan sebagai sebuah keseluruhan dinamis yang tak dapat dipecah-pecah yang bagian-bagian esensialnya saling berhubungan dan hanya dapat dipahami sebagai pola-pola suatu proses kosmik (hal.88).
Dalam pandangan fisika baru, seperti menurut Niels Bohr, Partikel materi yang terpisah merupakan abstraksi, sifat-sifatnya bisa didefinisikan dan diamati hanya melalui interaksinya dengan sistem-sistem lain. (hal.92). Dalam teori quantum tidak ada akhir pembicaraan pada benda-benda, tetapi pada saling hubungan antar benda. Menurut quantum, kita tidak bisa mengurai dunia menjadi unit-unit terkecil yang berada secara bebas. Alam tidak menunjukkan adanya balok-balok bangunan dasar yang terpisah-pisah, melainkan tampak sebagai suatu jaring-jaring hubungan yang rumit antar berbagai bagian dari suatu keseluruhan yang utuh. Itulah sebabnya teori ini sering disebut teori sistem atau pendekatan bootstrap”.
Pengembangan selanjutnya tentang fisika baru dikemukakan oleh Chew mengenai teori tatanan dalam teori S-matriks, dan teori “keseluruhan yang utuh” dari David Bohm.
Menurut Capra (hal. 109), kedua teori dasar fisika modern telah melampaui aspek-aspek penting pandangan dunia a la Descartes dan Fisika Newton. Menurutnya Teori quantum telah menunjukkan pada kita bahwa partikel-partikel subatom bukanlah butir-butir materi yang terpisah, melainkan pola-pola probabilitas, kesalinghubungan dalam suatu jaring-jaring kosmik yang tak bisa dipisahkan, yang mencakup manusia pengamat beserta kesadarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar